Seperti apa puasa generasi terbaik umat ini? Kita akan memotretnya dari puasa Aisyah radhiyallahu ‘anha. Dan setelah mengetahuinya, kita akan malu betapa jauhnya puasa kita dibandingkan dengan puasa wanita paling mulia ini.
Allah menegaskan bahwa para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah generasi terbaik umat ini.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)
Tiga di antara karakter generasi terbaik itu adalah iman, amar ma’ruf dan nahi munkar. Ketiganya dimiliki secara sempurna oleh para sahabat dan sahabiyat.
Dalam hal amar ma’ruf, mereka tidak hanya menyuruh namun juga memberikan keteladanan. Dan ummul mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah salah seorang sahabiyat yang memberikan keteladanan sempurna dalam hal puasa.
Bersama Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam, Aisyah radhiyallahu ‘anha sangat sering berpuasa. Tak hanya puasa Ramadhan, juga puasa-puasa sunnah.
Semasa Rasulullah masih hidup, sering kali di waktu pagi Rasulullah bertanya, “Wahai Aisyah, apakah ada makanan?” Ketika dijawab tidak ada, beliau pun berpuasa.
Kebiasaan Aiysah puasa sunnah itu terus berlanjut semasa Rasulullah telah wafat. Bahkan puasanya semakin banyak.
“Aisyah selalu melakukan puasa sunnah,” kata Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar. “Ia melakukan puasa sunnah sepanjang hidupnya.”
Lalu bagaimana Aisyah berbuka? Ia tidak makan ketika berbuka kecuali sedikit. Sering kali hanya berbuka dengan air dan kurma.
Suatu hari ketika Aisyah berpuasa, Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhu datang memberikan hadiah 100.000 dirham. Tak menunggu lama, Aisyah segera memanggil kaum muslimin dan seluruh uang itu dibagi-baikan. Ia sedekahkan semuanya.
Ketika tiba waktu buka puasa, Aisyah berbuka dengan air dan kurma.
“Wahai ummul mukminin, mengapa tadi engkau tidak membeli daging barang satu dirham dari hadiah itu untuk buka puasa?” tanya Ummu Zarrah kepada Aisyah.
“Semuanya telah kubagikan,” jawab Aisyah enteng.
Demikianlah Bunda Aisyah. Zuhud adalah pilihan hidupnya. Termasuk saat buka puasa.
Sebenarnya keluarga Rasulullah itu kaya raya. Dari ghanimah saja, Rasulullah mendapat jatah seperlima. Nilainya bisa ratusan milyar rupiah. Namun Rasulullah tidak mengambil itu.
Semuanya disedekahkan kepada fakir miskin, anak yatim dan kaum dhuafa’ lain yang membutuhkan. Lalu beliau dan keluarganya memilih hidup dengan sederhana dan makan seadanya.
Sepeninggal Rasulullah, Aisyah juga sebenarnya kaya raya. Banyak sahabat Nabi yang memberinya hadiah. Seperti Abdullah bin Zubair ketika itu.
Uang 100.000 dirham bukanlah angka yang sedikit. Jika dikurskan dengan rupiah hari ini, uang itu senilai Rp 8,7 miliar.
Harta kita tidak sebanyak dirham Bunda Aisyah di satu hari itu. Tapi kita hidup jauh lebih mewah daripada Bunda Aisyah. Saat berbuka, di meja kita tersedia beragam makanan dan minuman.
Dengan uangnya, Bunda Aisyah bisa membeli seluruh yang kita punya. Namun beliau lebih memilih buka puasa dengan air dan kurma.
Bukan bermaksud menuntut kita sezuhud Bunda Aisyah karena kita tidak mampu melakukannya. Minimal, mari lebih sederhana. Tidak berlebihan dalam buka puasa.
Kita telah menahan lapar dan dahaga selama kurang lebih 14 jam, janganlah melampiaskan nafsu makan kita sewaktu Maghrib tiba. Kendalikan diri dan jangan berlebih-lebihan, apalagi jika sampai menyisakan banyak makanan yang akhirnya justru terbuang.
Sumber: webmuslimah.com